Monthly Archives: Juli 2013

Pragmatisme di masyarakat

Kebanyakan masyarakat mempunyai pemikiran bahwa menyekolahkan anak agar nanti jika besar mendapat pekerjaan yang layak. Tentu pemikiran itu tidak bisa disalahkan sepenuhnya. Kebanyakan masyarakat, terutama masyarakat bawah masih mempunyai permasalahan besar yaitu kesejahteraan hidup yang diukur dengan uang.

Sebuah realitas ketika para sarjana yang telah menempuh pendidikan semenjak pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi masih banyak yang menganggur. Lalu buat apa sekolah tinggi-tinggi jika hasilnya pengangguran? Mendingan uangnya buat hidup atau modal usaha agar mendapatkan uang. Sekali lagi pemikiran masyarakat seperti ini tidak bisa disalahkan.

Tujuan Pendidikan

Undang-undang Dasar di negara ini telah menetapkan tujuan pendidikan nasional sebagai berikut :

(1) Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.” (2) Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.” (UUD 1945 versi amandemen)

Sebagai penjabarannya juga dijelaskan sebagai berikut :

Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.” (Undang-Undang No. 20, Tahun 2003 tentang Sisdiknas)

Mengacu pada pengertian pendidikan di negara kita, tidak ada satu pun kata ‘kerja’ yang tercantum di dalamnya. Lalu mengapa kita meributkan relevansi antara kurikulum pendidikan dengan dunia kerja?

Ketika ada Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) itupun hanya sedikit mengarahkan minat belajar para siswa, bukan untuk secara nyata menyiapkan mereka langsung masuk ke dunia kerja. Ketika sekolah-sekolah kita dituntut untuk menjamin lulusannya mendapat pekerjaan, tentu tidak sesuai dengan tujuan pendidikan nasional kita. Pendidikan formal kita cukup memberikan bekal agar menjadi insan sebagaimana dimaksudkan dalam tujuan pendidikan nasional di atas.

Pola Rekrutmen Tenaga Kerja

Pola rekrutmen tenaga kerja yang menyertakan program training di dalamnya sudah cukup menjawab akan tenaga kerja yang dibutuhkan. Potensi akademik dan softskill yang telah didapat selama sekolah akan sangat menunjang saat mereka terjun di dunia kerja. Itulah modal utama bagi mereka. Mengapa dunia kerja menerapkan tes psikotes? Karena mereka ingin mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas.

Masalah skill untuk bekerja adalah soal lain. Hal tersebut dapat ditempuh melalui pola rekrutmen di dunia kerja. Dunia kerja punya kewajiban dan sekaligus menjadi kebutuhan mereka untuk menyiapkan tenaga kerja yang sesuai dengan lapangan kerja yang tersedia.

Dengan demikian seharusnya tidak ada lagi pragmatisme menempuh pendidikan yang diidentikan dengan mengejar materi. Dunia pendidikan formal berperan menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas sebagaimana dimaksudkan oleh tujuan pendidikan nasional. Dunia kerja berperan menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki skill yang diperlukan sesuai lapangan kerja masing-masing.

 

KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN PROPINSI BENGKULU

    1. LATAR BELAKANG
      1. Hutan sebagai anugerah Tuhan YME hendaknya dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat secara berkeadilandan ber kelanjutan.
      2. Berkeadilan dimaksudkan tidak hanya untuk sekelompok kecil masyarakat tertentu, melainkan untuk masyarakat banyak dengan kesempatan dan pelayanan yang adil dan bijaksana.
      3. Berkelanjutan dimaksudkan agar tidak hanya dinikmati oleh generasi sekarang tetapi juga untuk generasi mendatang.
      4. Hutan di Propinsi Bengkulu dengan luas 920.964,00 ha atau 46,54% dari luas daratan Propinsi Bengkulu (1.978.870,00 ha), hendaknya juga dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat secara berkeadilan dan berkelanjutan.
      5. Namun demikian harus diakui bahwa peranan hutan dalan mensejahterakan masyarakat Propinsi Bengkulu khususnya bagi masyarakat di sekitar hutan masih belum seperti yang diharapkan.
      6. Potensi hutan di Propinsi Bengkulu tidak hanya berupa kayu, tetapi juga hasil hutan non kayu dan jasa lingkungan, antara lain berupa: obyek wisata alam , rotan, damar, air bersih, flora dan fauna. Pada saat ini, hasil hutan diproduksi utamanya baru berupa kayu, sedangkan hasil hutan bukan kayu terbatas pada rotan dan damar.
      7. Permasalahan utama dalam rangka pengelolaan hutan adalah bagaimana keberadaaan hutan dapat dirasakan langsung bagaimana manfaatnya oleh masyarakat disekitarnya sehingga masyarakat secara sukarela dan sungguh-sungguh turut bertanggung jawab menjaga kelestarian hutan yang bersangkutan.
      8. Di bidang perkebunan (perkebunan besar) telah dialokasikan areal perkebunan (HGU dan ijin lokasi) seluas 257.078 ha, namun demikian baru diusahakan (ditanam) seluas 79.508 ha atau 30,93%, sedangkan sisanya belum/tidak diusahakan.
      9. Kegiatan usaha perkebunan diharapkan dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat disekitarnya dan peningkatan pendapatan pemerintah daerah, baik langsung maupun tidak langsung.
      10. Kehadiran pengusaha perkebunan, hendaknya tidak menimbulkan kecemburuan bagi masyarakat setempat, tetapi diharapkan terjalin hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan.
    2. MAKSUD DAN TUJUAN

Paparan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum tentang pengusahaan hutan dan kebun di Propinsi Bengkulu, dengan tujuan untuk:

      1. Mendapat masukan dan arahan dalam mengatasi permasalahan yang ada.
      2. Merumuskan kebijakan untuk pengelolaan hutan dan kebun dapat memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dan Pemerintah Daerah Bengkulu, dengan tetap memperhatikan kepentingan generasi mendatang dan kepentingan nasional, serta kelestarian lingkungan.
    1. RUANG LINGKUP

Uraian dalam makalah ini terbatas pada hal-hal yang berkaitan dengan pengusahaan hutan dan kebun pada awal tahun 2000, dengan menitikberatkan pada:

      1. Keadaan dan permasalahan pengusahaan hutan, khususnya dihutan produksi, Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK), dan kebutuhan bahan baku kayu untuk industri perkayuan.
      2. Keadaan dan permasalahan usaha perkebunan, khususnya perkebunan besar.
      3. Keadaan dan permasalahan pemanfaatan areal hutan untuk kepentingan lain, khususnya untuk pertambangan dan PLTA.
      4. Upaya-upaya yang dilakukan dalam mengatasi permasalahan dalam pengusahaan hutan dan kebun.

  1. KEADAAN UMUM
    1. LUAS DAN POTENSI HUTAN
      1. Luas Kawasan Hutan

Luas hutan di Propinsi Bengkulu berdasarkan Keputusan Gubernur No. 305 Tahun 1998 tanggal 14 Juli 1998 yang diperkuat dengan Surat Keputusan Nomor 420/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 adalah 920.964,00 ha atau 46,54% dari luas daratan yang terdiri dari:

        • Hutan Konservasi : 451.747 Ha (49,05%)
        • Hutan Lindung : 252.042 Ha (27,37%)
        • Hutan Produksi : 217.175 Ha (23,58%)

Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa areal hutan yang berupa kawasan lindung (Hutan Konservasi dan Hutan Lindung) mencapai 76,42% sedangkan kawasan budidaya (Hutan Produksi) hanya 23,58%.

Luas hutan tersebut terletak di 3 Kabupaten dan 1 Kota dengan rincian sebagai berikut:

No.

Kab/Kota

Luas Hutan (Ha)

Ht Konservasi

Ht Lindung

Ht Produksi

Jumlah

1

Bengkulu Utara

226.436,06

60.856,00

150.592,56

437.884,62

2

Bengkulu Selatan

70.189,42

138.588,00

66.582,44

275.359,86

3

Rejang Lebong

153.577,32

52.598,00

206.175,32

4

Kota Bengkulu

1.544,30

1.544,30

Jumlah

451.747,10

252.042,00

217.175,00

920.964,10

 

 

 

 

 

 

Berdasarkan data di atas nampak bahwa hanya Bengkulu Utara dan Bengkulu Selatan tedapat Hutan Produksi, sedangkan di Rejang Lebong dan Kota Bengkulu seluruh hutannya berupa Kawasan Lindung.

      1. Potensi Hutan

Dalam kawasan Hutan Produksi potensi kayu bulat dalam keadaan normal dapat mencapai 1 m3/ha/tahun atau dapat diproduksi sekitar 217.175 m3/tahun. Namun demikian mengingat tidak seluruh Hutan Produksi berupa hutan, maka produksi kayu yang dapat dihasilkan dari Hutan Produksi di Propinsi Bengkulu hanya mencapai rata-rata 100.000 m3/tahun (1993 s/d 1997), sedangkan tahun 1997 s/d 2000 hanya mencapai 4.000 m3 – 40.000 m3/tahun.

Potensi lain yang terdapat dalam kawasan hutan baik Hutan Produksi, Hutan Lindung maupun Hutan Konservasi antara lain berupa rotan dan damar. Potensi rotan dan damar terdapat di 3 Kabupaten dengan produksi rata-rata rotan 2.000 ton/tahun dan damar 1.750 ton/tahun.

Adapun potensi jasa lingkungan yang terdapat dalam kawasan hutan sangat potensial untuk dikembangkan antara lain berupa obyek wisata alam (air terjun, sumber air panas, danau, pantai, kawah) dan sumber air bersih.

    1. PENGUSAHAAN HUTAN
      1. Hak Pengusahaan Hutan (HPH)

Pada Saat ini HPH yang ada di Propinsi Bengkulu hanya ada 2 perusahaan yaitu PT Inhutani dan Land Grant College Universitas Bengkulu.

HPH atas nama PT Inhutani V terdiri dari 3 unit dengan rincian sebagai berikut:

        1. Eks Areal PT Bengkulu Raya Timber di Kabupaten Bengkulu Selatan dengan luas 37.774 Ha dicadangkan untuk berpatungan dengan PT Bengkulu Utama Raya Timber, Koperasi dan BUMD dengan batas akhir penyelesaian pada Agustus 1999. Namun demikian sampai saat ini perusahaan patungan tersebut belum terbentuk. Selanjutnya Pemerintah Daerah telah merkomendasikan areal tersebut untuk dikelola oleh PT Hasil Hutani Makmur dan BUMD (PT Bimex) tanpa mengikutsertakan PT Inhutani V. PT Hasil Hutani Makmur merupakan badan usaha yang dibentuk oleh Koperasi Pondok Pesantren Al Qur’aniyah bersama Yayasan Beasiswa Bengkulu dan PT Karya Usaha Makmur Sejahtera.
        2. Eks Areal PT Maju Jaya Raya Timber di Kabupaten Bengkulu Utara dengan luas 31.518 Ha dicadangkan untuk berpatungan dengan PT Sumaru Kencana, Koperasi, BUMD (PT Bimex) dengan batas akhir penyelesaian terbentuknya perusahaan patungan pada bulan Agustus 2001. Pada saat ini sambil memproses pembentukan perusahaan patungan telah dilakukan persiapan pengusahaan hutan dengan diawali pembuatan Bagan Kerja dan sosialisasi di lapangan.
        3. Eks Areal PT Sari Balok di Kabupaten Bengkulu Utara dengan luas 13.630 Ha. Pada saat ini areal tersebut telah direkomendasikan oleh Gubernur untuk HPH skala kecil atas nama PT Tabot Krida Kencana, PT Alno Mandiri dan PT Serambi Andalas.

Adapun HPH atas nama Universitas Bengkulu telah menjalin kerjasama dengan PT Persada Karunia Alam dalam pengelolaannya. Pada saat ini sedang disusun Rencana Karya Pengusahaan Hutan.

Disamping itu terhadap areal eks PT Dirgahayu Rimba sebagian telah direkomendasi oleh Gubernur untuk HPH skala kecil atas nama PT Mitra Ipuh Mandiri.

      1. Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK)

Pada tahun 1999/2000 terdapat IPK sebanyak 7 ijin dengan target luas sekitar 5.600 ha dan target produksi sebanyak 114.000 m3 dengan realisasi 31.328 m3. Adapun rincian IPK tersebut sebagai berikut:

No

Perusahaan

Target Luas (ha)

Target Produksi (m3)

Realisasi Produksi (m3)

Keterangan

1

PT Bara Indah Lestari

303

13.650

4.226

Areal tambang di B/S

2

PT Citra Maju Bersama

30

135

84

Areal Trans. di B/U

3

PT Inhutani V

390

45.210

17.272

Areal kebun di B/U

4

PT Inhutani V

225

7.200

0

Areal trans. di B/S

5

PT Mas Marandika

800

39.368

9.746

Areal kebun di B/S

6

PRIMKOPAD Bengkulu

63

497

0

Jalan TMD skala besar di B/S

7

PT Arjantara Griya Mandiri

605

7.820

0

Lahan PROKIMAL di B/S

 

 

 

 

 

 

      1. Kebutuhan Bahan Baku Industri Hasil Hutan

Industri hasil hutan yang ada di Propinsi Bengkulu meliputi industri kayu dan rotan.

Industri kayu memerlukan bahan baku kayu bulat sebanyak 120.000 m3/tahun, sedangkan industri rotan 70 ton/tahun. Untuk industri rotan kebutuhan bahan baku dapat dipenuhi dari Propinsi Bengkulu, tetapi untuk industri kayu tidak dapat dipenuhi dari produksi legal (HPH dan IPK).

      1. Hasil Hutan Bukan Kayu
        1. Rotan
          Pemungutan rotan dari kawasan hutan menggunakan perijinan Hak Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu (HP-HHBK) yang diterbitkan oleh Dinas Kehutanan Propinsi. Pada saat ini terdapat HPHH Rotan sebanyak 10 ijin dan target produksi 1.574 ton dengan realisasi 1.095 ton. Produksi rotan tersebut sebagian besar dipasarkan ke luar propinsi dan sebagian kecil diolah di dalam propinsi.
        2. Damar
          Pemungutan damar dari kawasan hutan juga menggunakan perijinan HPHH Damar yang diterbitkan Oleh Dinas Kehutanan Propinsi. Pada saat ini terdapat HPHH Damar 12 ijin dan target produksi 3.038 ton dengan realisasi 819 ton. Produksi damar tersebut seluruhnya dipasarkan keluar propinsi.
    1. PEMANFAATAN KAWASAN HUTAN UNTUK KEPENTINGAN LAIN
      1. Pertambangan

Terdapat 4 lokasi kawasan hutan yang dimanfaatkan untuk kepentingan pertambangan batu bara dengan rincian sebagai berikut:

        1. PT Bara Indah Lestari dengan luas 1.000 ha di Kab. Bengkulu Selatan
        2. PT Bukit Bara Utama dengan luas 937 ha di Kab. Bengkulu Selatan
        3. PT Kilisuci Paramita dengan luas 373 ha di Kab. Bengkulu Selatan
        4. PT Danau Mas Hitam dengan luas 285 ha di Kab. Bengkulu Utara
        5. PT Bukit Sunur dengan luas 700 ha di Kab. Bengkulu Utara
      1. PLTA Musi Ujan Mas

Kawasan hutan di Rejang Lebong seluas 86,23 ha dipinjam pakai oleh PLTA Musi Ujan Mas untuk kepentingan bendungan, saran prasarana dan daerah tangkapan air.

      1. Jaringan Transmisi Listrik

Terdapat 37,5 ha di Hutan Lindung Bukit Daun dan 60 ha Cagar Alam Danau Tes yang digunakan untuk jaringan transmisi listrik.

      1. PERUMTEL

Terdapat 24 ha areal Hutan Lindung Bukit Daun yang dipergunakan oleh PERUMTEL untuk pembangunan staiun relay.

      1. Jalan

Terdapat 13,2 ha Hutan Produksi Terbatas Bukit Badas dan 11,7 ha di Taman Buru Semidang Bukit Kabu yang dipergunakan oleh PT Bara Indah Lestari sebagai jalan angkutan batu bara.

    1. AREAL PERKEBUNAN

Areal perkebunan dikelompokkan berdasarkan komoditas, kepemilikan usaha dan klasifikasi.

      1. Menurut Komoditas

Komoditas perkebunan yang dominan di Propinsi Bengkulu adalah kopi, kelapa sawit, karet dan kelapa, sedangkan komoditas lainnya antara lain kayu manis, kakao, jahe dan aren. Rincian luas dan produksi 1999 menurut komoditas perkebunan seperti pada tabel berikut:

No

Komoditas

Luas (ha)

%

Produksi (ton)

1

Kopi

85.912

30,30

40.502

2

Karet

92.405

32,59

36.342

3

Kelapa Sawit

42.152

14,86

46.165

4

Kelapa

25.801

9,10

11.448

5

Kayu manis, kakao, jahe, dll

37.257

13,15

12.946

 

 

 

 

 

      1. Menurut Kepemilikan Usaha (Pola Usaha)

Luas areal perkebunan berdasarkan pola usaha terdiri dari perkebunan rakyat dan perkebunan besar seluas 283.527 ha dengan rincian masing-masing:

        • Perkebunan Besar seluas 79.506 ha
        • Perkebunan Rakyat seluas 204.021 ha
      1. Menurut Klasifikasi Tingkat Pengelolaan

Berdasarkan hasil klasifikasi terhadap 41 perkebunan besar pada tahun 1997/1998 terdapat 4 kategori kelas kebun, yaitu kelas II, III, IV dan kelas V. Aspek-aspek yang dinilai dalam klasifikasi kebun yaitu aspek manajemen, aspek fisik kebun, pengolahan/pemasaran dan lingkungan.

Rincian kelas kebun di Propinsi Bengkulu dapat dilihat dalam tabel berikut:

No

Kelas Kebun

Jumlah Perusahaan

Luas (ha)

1

Kelas I

9

49.882

2

Kelas II

10

23.623

3

Kelas III

9

22.489

4

Kelas IV

13

27.595

Jumlah

41

123.589

 

 

 

 

Kebun-kebun kelas IV dan V seluas 50.084 ha termasuk kelas kebun terlantar. 7 perusahaan kelas V seluas 15.942 Ha telah diusulkan untuk dicabut/dibatalkan HGU-nya, sedangkan 17 kebun kelas IV dan V lainnya seluas 34.142 ha masih dalam tahap pembinaan.

    1. INDUSTRI PERKEBUNAN

Industri pengolahan hasil perkebunan yang telah berkembang di Propinsi Bengkulu adalah Industri Pengolahan Karet, Kelapa Sawit, Teh dan Kopi.

      1. Industri Pengolahan Karet

Industri pengolahan karet yang sudah ada di Propinsi Bengkulu berada di Kabupaten Bengkulu Utara sebanyak 4 unit dan Bengkulu Selatan 1 unit dengan total kapasitas terpasang 55.400 ton/tahun dan kapasitas terpakai 50.800 ton/tahun dengan rincian sebagai berikut:

No.

Nama Perusahaan

Kapasitas (ton/th)

Lokasi

Jenis Produksi

Terpasang

Terpakai

1

PTPN VII

10.400

9.000

Suka Raja, B/S

SIR 20,5

2

PT Agro Muko

3.000

3.000

Muko-Muko Utara, B/U

SIR 5

3

PT Air Muring

6.000

2.300

Putri Hijau, B/U

SIR 20, Compo

4

PTPN VII

12.000

2.000

Ketahun, B/U

SIR 20

5

PT Pamor Ganda

12. 000

2.500

Ketahun, B/U

SIR 20

6

PT Bukit Angkasa Makmur

12.000

12.000

Talang Empat, B/U

SIR 20

Jumlah

55.400

30.800

 

 

 

 

 

 

      1. Industri Pengolahan Kelapa Sawit

Industri pengolahan kelapa sawit yang menghasilkan CPO (Crude Palm Oil) yang sudah beroperasi di Propinsi Bengkulu berada di Kabupaten Bengkulu Utara sebanyak 4 unit dan Bengkulu Selatan 2 unit dengan total kapasitas terpasang 210 ton TBS/jam dengan pemanfaatan rata-rata 37,41%. Rincian perusahaan pengolahan kelapa sawit seperti table berikut:

No.

Nama Perusahaan

Kapasitas

Lokasi

Terpasang (ton/jam)

Terpakai (%)

1

PT Agri Andalas

30

30,40

Sukaraja, B/S

2

PTPN VII

30

19,45

Talo/Pino, B/S

3

PT Agro Muko

60

69,50

Muko-muko Utara, B/U

4

PT Daria Dharma Pratama

30

34,50

Muko-muko Selatan, B/U

5

PT Agrisinal

30

41,60

Ketahun, B/U

6

PT Bio Nusantara Teknologi

30

28,80

Pondok Kelapa, B/U

Jumlah

210

 

 

 

 

 

      1. Industri Pengolahan Kopi

Pada saat ini terdapat 2 unit industri pengolahan kopi yang berlokasi di Kabupaten Rejang Lebong, namun 1 unit tidak aktif yaitu PT Kepahyang Indah.

No.

Nama Perusahaan

Kapasitas (Ton/Thn)

Lokasi

Ket.

Terpasang

Terpakai

1

PT Indo Arabica Mangkurejo

636

453

Lebong Selatan R/L

Biji kopi Grade IV

2

PT Kepahiang Indah

105

0

P. Ulak Tanding, R/L

Tidak aktif

 

 

 

 

 

 

      1. Industri Teh

Pada saat ini terdapat 1 unit panrik pengolahan teh, yaitu PT Sarana Mandiri Mukti di Kepahyang, Rejang Lebong dengan kapasitas terpasang 1.520 ton/tahun yang memproduk teh hitam. Disamping itu terdapat 1 unit pengolahan teh hijau yang berskala kecil, yaitu PT Tri Sula Ulung Mega Surya.

  1. PERMASALAHAN
    1. BIDANG KEHUTANAN
      1. Umum
        1. Sebagian Besar Kawasan Hutan Berupa Kawasan Lindung
          Sekitar 76% dari luas hutan Propinsi Bungkulu berupa hutan konservasi dan hutan lindung yang tersebar di 3 kabupaten dan 1 kota. Bahkan untuk Kabupaten Rejang Lebong dan Kota Bengkulu seluruh kawasan hutan berupa kawasan lindung. Dengan demikian pengelolaan kawasan hutan di Propinsi Bengkulu memerlukan strategi dan tehnik khusus agar kawasan hutan yang berupa hutan konservasi dan hutan lindung dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar dan Pemerintah Daerah dengan tidak mengabaikan fungsi hutannya.
        2. Perambahan Kawasan Hutan
          Perambahan kawasan hutan tidak hanya terjadi di hutan produksi tetapi juga terjadi di hutan lindung maupun hutan konservasi. Kawasan hutan produksi dan hutan lindung yang dirambah masyarakat mencapai sekitar 50% dari luas kawasan, sedangkan di hutan konservasi tidak mencapai 20%. Bentuk perambahan di Kabupaten Bengkulu Utara dan Rejang Lebong pada umumnya untuk kebun kopi, sedangkan di Bengkulu Selatan pada umumnya untuk kebun karet.

Masalah perambahan kawasan hutan disamping menimbulkan masalah ekologis juga mempunyai potensi timbulnya masalah sosial, yaitu kecemburuan penduduk setempat terhadap penduduk pendatang yang melakukan perambahan.

        1. Penebangan Ilegal
          Terdapat kecenderungan peningkatan penebangan ilegal yang didorong oleh berbagai sebab antara lain : harga kayu ilegal lebih murah dari pada kayu legal, ketidakseimbangan bahan baku kayu legal dengan kebutuhan industri, lemahnya penegakan hukum (law enforcement), masyarakat belum dilibatkan secara maksimal dalam pengamanan dan pengelolaan hutan.
        2. Kesenjangan Kebutuhan Kayu Bulat bagi Industri Perkayuan
          Industri perkayuan di Propinsi Bengkulu memerlukan bahan baku kayu sekitar 120.000 m3 kayu bulat per tahun, sedangkan produksi kayu bulat tahun 1999/2000 dari HPH dan IPK hanya mencapai 39.500 m3. Padahal produksi dari HPH dan IPK tersebut sebagian besar dipasarkan ke luar Propinsi Bengkulu karena daya beli industri perkayuan di Propinsi Bengkulu tidak mampu menjangkau harga jual kayu produksi HPH dan IPK (mekanis).

Dengan demikian terjadi kekurangan pasokan bahan baku kayu bulat (legal) untuk industri perkayuan lokal, sehingga cenderung dipenuhi dari penjualan kayu hasil penebangan ilegal.

      1. Khusus
        1. Gugatan Peradilan Tata Usaha Negara oleh PT Maju Jaya Raya Tb

PT Maju Jaya Raya Timber (MJRT) semula sebagai pemegang HPH yang berakhir pada bulan Agustus 1994. Selanjutnya areal tersebut dikelola oleh PT Inhutani V yang berpatungan dengan PT MJRT, Koperasi dan BUMD dengan jangka waktu penyelesaian patungan sampai dengan 1996 yang kemudian diperpanjang sampai dengan Agustus 1998.

Dengan terbitnya surat Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 1175/MENHUTBUN_IV/1999 tanggal 27 Agustus 1999 antara lain membatalkan kerjasama PT MJRT tersebut dan mengganti dengan partner baru PT Sumaru Kencana sesuai rekomendasi Gubernur Bengkulu No. 005/092/Phb/IV/99 tanggal 24 April 1999 dan No 055/2752.B.12 tanggal 2 Juni 1999.

Atas pembatalan tersebut pada saat ini PT MJRT sedang menggugat Menteri Kehutanan dan Perkebunan, Dirut PT Inhutani V dan Gubernur Bengkulu melalui Pengadilan TUN Propinsi Bengkulu. Terhadap gugatan tersebut telah ada 2 kali putusan sela, yaitu:

          • Tanggal 20 Oktober 1999 dengan isi penetapan antara lain : menyatakan bahwa dalam areal Eks PT MJRT tersebut tidak boleh ada kegiatan oleh siapapun.
          • Tanggal 14 Pebruari 2000 dengan isi penetapan antara lain mencabut putusan sela tertanggal 20 Oktober 1999 sehingga PT Inhutani V bersama partnernya yang baru dapat memulai kegiatan.

Dengan adanya putusan sela tanggal 14 Pebruari 2000 maka PT Inhutani V bersama PT Sumaru Kencana dan instansi terkait telah melakukan sosialisasi kepada pejabat dan masyarakat setempat pada tanggal 24 Pebruari 2000 di Medan Jaya, Ipuh.

        1. Land Grant College Universiti Bengkulu

Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 870/Kpts-VI/1999 bulan Oktober 1999 telah memberikan ijin sementara HPH dalam rangka LGC kepada Universitas Bengkulu. Sampai saat ini pihak UNIB belum ada aktivitas nyata di lapangan Karena bersama partnernya (PT Persada Karunia Alam) masih menyelesaikan Dokumen AMDAL, survey dan inventarisasi. Dengan adanya aktivitas di lapangan menyebabkan semakin luasnya perambahan dan penebangan ilegal di kawasan tersebut.

        1. Perusahaan Patungan PT Inhutani V dengan PT BRT

Menteri Kehutanan dan Perkebunan dengan surat No. 881/MENHUT-IV/1997 tanggal 6 Agustus 1997 memberikan persetujuan prinsip pembentukan perusahaan patungan antara PT Inhutani V, PT BRT (Bengkulu Utama Raya Timber), BUMD, KUD setempat, Koperasi Karyawan, Perusahaan Patungan dan Masyarakat Adat dengan jangka waktu penyelesaian sampai dengan 6 Agustus 1999. Ternyata sampai batas waktu yang ditentukan tersebut perusahaan patungan belum terbentuk, sehingga persetujuan tersebut dapat dinyatakan tidak berlaku.

Gubernur Bengkulu dengan surat No. 522/5626/KBPMD tanggal 25 Nopember 1999 memberikan rekomendasi kepada Menteri Kehutanan dan Perkebunan untuk memberikan HPH eks PT BRT kepada PT Hasil Hutani Makmur yang bekerja sama dengan BUMD dan tidak merekomendasikan BUMN PT Inhutani V. Sampai saat ini belum ada jawaban dari Menteri Kehutanan dan Perkebunan atas rekomendasi tersebut. Dengan demikian pengelolaan areal eks PT BRT masih menjadi tanggung jawab PT Inhutani V.

        1. HPH Skala Kecil

Telah ada 4 pemohon HPH Skala Kecil yang direkomendasikan Gubernur untuk mendapat persetujuan lokasi dari Departemen Kehutanan dan Perkebunan tetapi sampai saat ini belum ada realisasinya. Hal ini disebabkan adanya kebijakan baru Departemen Kehutanan dan Perkebunan untuk menunda sementara pemberian HPH Skala Kecil sampai waktu yang belum ditentukan. Dengan demikian areal yang telah direkomendasikan tersebut belum ada pengelolaanya, sehingga memperberat tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam pengamanan hutan.

    1. BIDANG PERKEBUNAN
      1. Umum
        1. Perkebunan Rakyat
          • Produktivitas

Produktivitas merupakan salah satu tolok ukur dalam mengevaluasi kinerja dari para pelaku agribisnis perkebunan. Pada umumnya produktivitas masih rendah, seperti kopi baru mencapai 0,366 ton/ha, karet 0,58 ton/ha dan kelapa sawit 1,839 ton/ha. Kondisi ini banyak dipengaruhi oleh ketersediaan dan daya beli masyarakat terhadap sarana produksi, demikian juga aspek benih (bahan tanaman) yang digunakan.

Bahan tanaman dan pemenuhan sarana produksi yang lebih memadai dapat meningkatkan produktivitas kebun seperti dari sample kebun karet TCSSP yang diamati, diperoleh produktivitas 1,2 ton/ha.

          • Permodalan

Pada umumnya usaha tani perkebunan rakyat mengandalkan tenaga dan lahan tanaman seadanya sehingga sangat berpengaruh terhadap kualitas kebun.

          • Keterampilan

Keterampilan teknis yang dimiliki petani sangat terbatas sehingga petani belum maksimal dalam merespon teknologi baru. Keterampilan manajerial merupakan faktor penentu dalam mempercepat berkembangnya usaha perkebunan. Faktor ini juga akan menentukan tingkat produktivitas dan efisien usaha.

        1. Perkebunan Besar
          • Manajemen

Manajemen merupakan rangkaian upaya-upaya untuk mengkoordinasikan sumber-sumber tenaga manusia, modal, alat/mesin, metode dan lahan untuk mendapatkan tambahan produksi perkebunan (sebagai sasaran antara) dan pemasaran hasil untuk memperoleh nilai tambah/keuntungan sebesar-besarnya dari usaha tersebut. Kelemahan-kelemahan pada perkebunan besar umumnya berawal dari penjaringan tenaga kerja yang kurang memperhatikan kualifikasi yang dibutuhkan, modal yang terbatas serta kesungguhan dari pemilik perusahaan untuk berkebun kurang memadai.

          • Lahan
            • Keadaan topografi merupakan faktor pembatas sesuai dengan perkembangan ketersediaan teknologi dalam penyiapan lahan.
            • Adanya gugatan dari masyarakat terhadap lahan-lahan kebun yang telah berjalan menyebabkan konflik sosial yang berkepanjangan. Akibatnya kinerja perusahaan menjadi menurun.
          • Analisa Mengenai Dampak Lingkungan

Adanya kebun-kebun yang belum melengkapi dokumen AMDAL maupun pelaksanaan kegiatan UPL-UKL yang belum sesuai dengan kebutuhan AMDAL setempat yang berakibat terjadinya pencemaran limbah terhadap perairan umum.

Terhadap perusahaan tersebut telah dilakukan pemeriksaan ke lapangan, memberikan peringatan dan teguran sesuai dengan peraturan yang berlaku.

      1. Khusus
        1. Keberadaan perusahaan PT. Laras Eka Mulya sampai saat ini masih dalam penyelesaian permasalahan yang diawali dengan adanya pro dan kontra dari masyarakat setempat atas kehadiran perusahaan tersebut. Dikaitkan dengan berbagai pertimbangan sampai dengan saat sekarang Pemerintah Daerah masih menunda untuk berlanjutnya aktifitas perusahaan tersebut. Kebijaksanaan tersebut didasarkan atas telaahan dari Komisi Daerah terhadap dokumen perusahaan.
        2. Perijinan
          • Masih terdapat kebun yang sudah mempunyai HGU dan telah mendapatkan Ijin Tetap namun belum melakukan pendaftaran ulang sesuai ketentuan keputusan MENHUTBUN No. 107/Kpts-II/1999 23 Maret 1999. Kebun-kebun yang belum diterbitkan HGU-nya namun belum memproses Ijin Usaha Perkebunan.
          • Terdapatnya Ijin Lokasi sebelum Ijin Usaha Perkebunan diterbitkan.

Kepada perusahaan yang telah HGU dan memperoleh ijin tetap agar segera melakukan pendaftaran dan bagi perusahaan yang belum HGU agar memproses kembali IUP-nya. Kepada perusahaan yang sudah terlanjur memperoleh ijin lokasi agar segera memproses IUP-nya sesuai ketentuan yang berlaku.

  1. UPAYA PENYELESAIAN MASALAH
    1. BIDANG KEHUTANAN
      1. Umum
        1. Dengan memperhatikan luas hutan Propinsi Bengkulu 76% berupa kawasan lindung , maka langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam pembangunan kehutanan, antara lain:
          • Pengembangan ekowisata (Ecotourism)
          • Penangkaran satwa misalnya rusa, buaya, burung, dll
          • Pemanfaatan jasa lingkungan (air bersih, air panas)
        2. Untuk mengatasi masalah perambahan khususnya di hutan produksi dan hutan lindung telah dilakukan upaya-upaya:
          • Rehabilitasi hutan yang rusak dengan pohon serba guna melalui reboisasi dan pengembangan hutan kemasyarakatan dengan tujuan untuk memperbaiki fungsi hutan sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
          • Dengan bantuan OECF pada tahun ini sedang dilaksanakan Proyek Percontohan Hutan Kemasyarakatan seluas 2.000 ha di Hutan Lindung Bukit Daun, Kabupaten Rejang Lebong.
          • Pembinaan daerah penyangga di sekitar hutan lindung/konservasi dengan kegiatan-kegiatan yang dapat mencegah kerusakan hutan antara lain berupa : pemberian bantuan tungku pemasak gula aren dengan bahan bakar batu bara, bantuan ternak, penanaman aren, dll.
          • Penanaman batas kawasan hutan dengan jenis pohon serba guna (pinang) yang bermanfaat bagi masyarakat setempat dan membuat batas kawasan menjadi jelas.
        3. Dalam rangka mengurangi terjadinya penebangan ilegal telah dilakukan upaya yang bersifat preventif maupun represif:
          • Operasi pengamanan hutan baik secara fungsional maupun gabungan.
          • Penertiban lalu lintas hasil hutan dengan melakukan pemeriksaan di Pos Pemeriksaan hasil hutan.
        4. Guna mengatasi kekurangan pasokan bahan baku kayu bulat bagi industri perkayuan di Propinsi Bengkulu dilakukan upaya antara lain:
          • Penertiban industri perkayuan (penggergajian) dengan berkoordinasi bersama instansi terkait (Perindustrian dan Perdagangan, PEMDA, Kepolisian).
          • Memberikan kesempatan kepada IPKH untuk memanfaatkan kayu-kayu berdiameter kecil (<30 cm) di areal IPK.
      2. khusus
        1. Pengelolaan Areal Eks PT MJRT

Kepada PT Inhutani V dan PT Sumaru Kencana telah didesak agar segera memulai kegiatan pengelolaan hutannya dengan diawali sosialisasi dan penyelesaian bagan kerja. Sosialisasi telah dilakukan dan bagan kerja menunggu pengesahan dari Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan Produksi.

Terhadap permasalahan klaim pohon damar oleh masyarakat adat yang belum tuntas perlu diselesaikan secara arif dan bijaksana oleh manajemen baru misalnya dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat setempat untuk mengelola bagian areal HPH guna memproduksi hasil hutan.

        1. Pengelolaan LGC UNIB

Untuk menghindari meluasnya perambahan dan penebangan ilegal di lapangan, maka kepada UNIB telah diminta untuk segera melaksanakan kegiatan fisik antara lain : pemasangan papan pengumuman/larangan, menyelesaikan survey dan inventarisasi, tata batas, pembangunan fasilitas (base camp dan infrastruktur lain) disamping secara administratif menyelesaikan AMDAL dan RKL dan RPL-nya.

        1. Pengelolaan Areal Eks PT BRT

Kepada PT Inhiutani V telah dinyatakan tentang kelanjutan kerjasamanya dengan PT BRT dan diperoleh penjelasan bahwa kerjasamanya tidak dilanjutkan dan akan dicari partner baru. Dengan demikian PT Hasil Hutani Makmur mempunyai peluang besar untuk berpatungan dengan PT Inhutani V.

        1. HPH Skala Kecil

Secara lisan telah beberapa kali ditanyakan ke Departemen Kehutanan dan Perkebunan tentang realisasi usulan pemberian HPH Skala Kecil kepada 4 perusahaan yang telah direkomendasi oleh Gubernur, namun demikian belum juga ada realisasinya. Oleh karena itu dipandang perlu ada surat tertulis dari Gubernur untuk menanyakan hal tersebut.

    1. BIDANG PERKEBUNAN
      1. Perkebunan Rakyat
        1. Upaya untuk meningkatkan produktifitas lahan ditempuh dengan upaya penanaman tanaman sela (tumpangsari) antara lain dengan padi gogo dan jagung.
        2. Pembinaan kebun rakyat diarahkan untuk pemupukan modal baik yang bersumber dari petani sendiri maupun dari kredit perbankan.
        3. Melaksanakan penyebaran tenaga lapangan sesuai dengan rencana pengembangan perkebunan.
        4. Melakukan revitalisasi dan relokasi Unit Pembinaan dan Pengembangan (UPP) ke daerah yang masih berpotensi untuk dikembangkan.
      2. Perkebunan Besar
        1. Melaksanakan pembinan berupaya konstatasi setiap tahun dan klasifikasi kebun setiap 3 tahun serta melaksanakan pembinaan dalam bentuk pertemuan untuk mengkoordinasikan aspek-aspek yang harus dilakukan oleh perusahaan.
        2. Mengintroduksi metode pembukaan lahan dengan memperhatikan aspek konservasi terutama untuk lokasi dengan topografi berat.
        3. Kepada perusahaan yang belum memenuhi ketentuan proses perijinan seperti diatur dalam keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 107/Kpts-II/1999 23 Maret 1999 telah dilakukan pembinaan dan teguran.
        4. Menggalakkan kemitraan usaha bidang perkebunan dengan mengikutsertakan masyarakat sekitar wilayah pengembangan dengan menumbuhkan Kawasan Industri Masyarakat Perkebunan (KIMBUN).

  1. PENUTUP

Dengan pendekatan baru pembangunan kehutanan dan perkebunan yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat banyak dan tidak lagi hanya bertumpu pada hasil hutan berupa kayu tetapi pada aneka hasil hutan serta intensifikasi usaha perkebunan, diharapkan pembangunan kehutanan dan perkebunan dapat menjadi tulang punggung pemberdayaan masyarakat dan mendukung pelaksanaan otonomi daerah secara nyata, utuh dan bertanggung jawab.

Untuk terwujudnya hal tersebut diperlukan dukungan yang memadai dalam sumber daya manusia, sarana prasarana, pemanfaatan tehnologi tepat guna yang bermuatan ciri khas daerah dan kerjasama yang harmonis dengan instansi yang terkait maupun masyarakat setempat.

G E N E S I S

Bekerja, bersuara, berjuang bersama rakyat

Secarik Kertas

Alamimu, semerbak Aroma Melati, Aku Hafal Betul Harumnya.